Ahmad Agus Bahauddin
Islam sebagai comprehensive way of
life, memandang bahwa bumi dengan segala
isinya merupakan amanah Allah kepada manusia sang khalifah agar dipergunakan sebaik-baiknya
bagi kesejahteraan bersama. Untuk mencapai tujuan suci ini, Allah memberikan
petunjuk melalui para Rasul-Nya. Petunjuk tersebut melalui segala sesuatu yang
dibutuhkan manusia, baik aqidah, syariah maupun akhlaq. Dua komponen aqidah dan
akhlaq bersifat konstan. Keduanya tidak mengalami perubahan apa pun dengan
berbedanya waktu dan tempat. Adapun syariah senantiasa berubah sesuai dengan
kebutuhan dan taraf peradaban umat yang berbeda-beda sesuai dengan masa Rasul
masing-masing.
Oleh karena itu, syariah Islam sebagai
syariah yang dibawa oleh Rasul terakhir, mempunyai keunikan tersendiri. Syariah
ini bukan saja menyeluruh atau comprehensive, tetapi juga universal. Karakter
istimewa ini diperlukan sebab tidak aka nada syariah lain yang datang untuk
menyempurnakannya. Komprehensif artinya syariah Islam merangkum seluruh aspek
kehidupan baik ibadah maupun muamalah. Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan
dan keharmonisan hubungan manusia dengan Khaliqnya. Ibadah juga sarana
mengingatkan secara kontinyu tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi
ini. Adapun muamalah diturunkan untuk menjadi rules of the game atau aturan
main manusia dalam kehidupan sosial.
Universal artinya syariah Islam dapat
diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai hari akhir nanti. Universalitas
ini tampak jelas terutama pada bidang muamalat. Selain mempunyai cakupan luas
dan fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan antara muslim dan non muslim.
Sekarang sudah banyak non muslim menjadi nasabah bank syariah baik bank syariah
pemerintah maupun bank swasta yang membuka unit syariah sepanjang tunduk dan
mengikuti aturan-aturan perbankan berprinsip syariah. Hal ini suatu tanda bahwa
Islam rahmatan lil’alamin. Kenyataan ini tersirat dalam ungkapan yang diriwayatkan
oleh sayyidina Ali, bahwa dalam bidang muamalah, kewajiban mereka adalah
kewajiban kita, dan hak mereka adalah hak kita. Sifat muamalah ini dimungkinkan
mengenal hal yang diistilahkan tsawabit wa mutaghayyirat. Dalam sektor ekonomi
syariah, merupakan prinsip larangan riba, sistem bagi hasil, pengambilan
keuntungan, pengenaan zakat, dan lain-lain.
Indonesia yang mayoritas penduduknya
beragama Islam, negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, namun dalam
dalam kehidupan perekonomian umat Islam berada dalam posisi minoritas. Hal itu
disebabkan selain menyangkut etos kerja umat Islam, juga berkaitan erat dengan
pemahaman kegiatan ekonomi. Banyak kalangan masyarakat Islam memahami persoalan
ekonomi sebagai persoalan dunia lepas dari persoalan agama. Akibatnya persoalan
perekonomian hal yang tereliminasi dalam kajian ke Islaman. Terbukti dengan
jarangnya kajian ekonomi yang dipaparkan pada waktu ceramah agama, khutbah
jumat, atau pengajian. Adanya kajian secara formalistik dalam bentuk diskusi,
seminar, walk shop yang memerlukan biaya mahal, padahal ekonomi syariah bisa
disampaikan secara luwes dan informal disesuaikan audiennya.
Kalau keadaan tersebut berlanjut
terus, umat Islam akan menjadi makanan empuk bagi pengusaha non muslim yang
minoritas. Akhirnya perekonomian umat Islam Indonesia dikuasai, diatur dan
dikendalikan oleh kalangan luar Islam. Langkah perubahan perekonomian umat
Islam Indonesia harus ditingkatkan lagi pemahaman bahwa kegiatan dalam
pandangan Islam merupakan tuntutan kehidupan dan anjuran yang berdimensi ibadah.
Rasulullah saw mengemukakan, seorang yang berusaha memenuhi hidupnya termasuk
kebutuhan orang tua, istri dan anak-anaknya adalah orang yang berusaha karena
Allah. Ditegaskan juga bahwa dunia ini adalah ladang mencari bekal dan
mempersiapkan diri untuk kehidupan di akhirat kelak.
Total aset ekonomi syariah di
Indonesia hanya sekitar 2 (dua) persen dari aset negara keseluruhan, yang
sebagian besar dikuasai oleh konglomerat, para taipan oligarki yang meliputi kapitalisme,
sosialisme, bahkan sistem hukum ekonomi komunisme. Paham kapitalisme berasal
dari Inggris abad ke 18, kemudian menyebar ke Eropa Barat dan Amerika Utara.
Hal ini terjadi sebagai akibat dari perlawanan terhadap ajaran hukum gereja,
sehingga tumbuh aliran pemikiran liberalisme di negara-negara Eropa Barat.
Aliran ini kemudian merambah ke segala bidang termasuk bidang hukum ekonomi. Dasar
filosofis pemikiran hukum ekonomi kapitalis bersumber dari tulisan Adam Smith
dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of
Nasions yang ditulis pada tahun 1776. Isi buku tersebut memuat
pemikiran-pemikiran tingkah laku hukum masyarakat. Dari dasar filosofis
dimaksud, kemudian menjadi sistem hukum ekonomi, dan pada akhirnya mengakar
menjadi ideologi yang mencerminkan gaya hidup (way of life) dalam
kehidupan sosial masyarakat. Adam Smith berpendapat bahwa motif manusia untuk
melakukan kegiatan hukum ekonomi adalah dorongan kepentingan pribadi yang
bertindak sebagai tenaga pendorong yang membimbing manusia mengerjakan apa saja
asal mayarakat bersedia membayar.
Istilah sosialisme dalam kehidupan
sehari-hari biasa digunakan oleh ilmuwan ekonomi dalam banyak arti. Selain
digunakan untuk menunjukkan sistem hukum ekonomi, juga digunakan untuk
menunjukkan aliran filsafat hukum ekonomi sebagai perlawanan terhadap
ketidakadilan dari sistem hukum kapitalisme, ideologi, cita-cita, ajaran-ajaran
atau gerakan sehingga disebut sosialisme sebagai suatu gerakan.
John Stuart Mill (1806-1873) menyebutkan
sebutan sistem hukum sosialisme menunjukkan kegiatan untuk menolong orang-orang
yang tidak beruntung dan tertindas dengan sedikit tergantung dari bantuan hukum
pemerintah. Selain itu, sosialisme juga diartikan bentuk perekonomian, yaitu
pemerintah paling kurang bertindak sebagai pihak dipercayai oleh seluruh warga
masyarakat, dan menasionalisasikan industri-industri besar dan strategis
seperti pertambangan, jalan-jalan, jembatan, kereta api, serta cabang-cabang
produk lain yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dalam bentuk yang paling
lengkap sosialisme melibatkan pemilikan semua alat-alat produksi, termasuk di
dalamnya tanah-tanah pertanian oleh negara dan menghilangkan milik swasta.
Dalam masyarakat yang menganut sistem hukum yang menonjol adalah kolektivisme
atau rasa kebersamaan. Untuk mewujudkan rasa kebersamaan dimaksud, alokasi
produksi dan cara pendistribusian semua sumber-sumber hukum ekonomi diatur oleh
negara.
Ekonomi konvensional yang
dilaksanakan oleh sebagian besar pelaku ekonomi di bawah dominasi kapitalisme
di Indonesia menghadapi masa krisis dan reevaluasi . Hal dimaksud menghadapi
serangan kritikan dari berbagai penjuru, mulai dari Karl Max sampai pada era
tahun 1940 an, 1950 an, 1960 an, bahkan di awal abad ke-21 kritikan itu semakin
tajam dan meluas. Seperti Joseph Schumpeter, Daniel Bell, Iving Kristol, Gunnar
Myrdal, Paul Omerod, Umar Ibrahim Vadillo, Critovan Buarque, sampai kepada
Joseph Stigliz. Indikasi kegagalan kapitalisme tersebut mempunyai beberapa faktor,
diantaranya : 1. Ekonomi konvensional yang berdasarkan pada sistem ribawi,
ternyata semakin menciptakan ketimpangan pendapatan yang hebat dan
ketidakadilan ekonomi serta ketimpangan kemiskinan dan pengangguran. 2. Ekonomi
kapitalisme telah menciptakan krisis moneter dan ekonomi di banyak negara. Di
bawah sisitem kapitalisme, krisis demi krisis terjadi terus menerus sejak tahun
1923, 1930, 1940, 1970, 1980, 1997 masih terasa sampai saat ini (2023). Banyak
negara senantiasa terancam krisis susulan di masa depan jika sistem kapitalisme
terus dipertahankan. 3. Ekonomi kapitalisme banyak memiliki kekeliruan dan
kesalahan dalam sejumlah premisnya, terutama rasionalitas ekonomi yang telah
mengabaikan dimensi moral dan etika.
Ketika sistem ekonomi kapitalisme
mengalami kegagalan maka peluang ekonomi syariah makin terbuka luas untuk
menjadi solusi kerusakan ekonomi dunia. Oleh karena itu para ilmuwan dan
praktisi ekonomi syariah saat ini diharapkan oleh penduduk Indonesia dapat
memanfaatkan peluang besar yang sangat strategis dimaksud, untuk berijtihad
Iqtishadi dan ijtihad yang lebih kreatif dan inovatif dalam koridor ekonomi
syariah yang bersumber dan atau diilhami oleh nilai-nilai hukum ekonomi dari
Al-Quran dan Al-Hadist, berasaskan Ke Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, serta berkeadilan sosial bagi seluru rakyat Indonesia.
Wallahu A'lamu Bishshawab